Kamis, 09 Juni 2011

PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI

PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKLISTALISASI

A. Tujuan Praktikum
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari salah satu metode pemurnian yaitu reklistalisasi dan penerapannya dalam pemurnian garam dapur kasar.

B. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan dari praktikum ini yaitu melakukan pemurnian garam dapur kasar dengan prinsip rekristalisasi berdasarkan daya larutnya dalam suatu pelarut tertentu (air).
Teori
Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki sejarah yang panjang seperti distilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab kemudahannya (tidak perlu alat khusus) dan karena keefektifannya. Ke depannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk memurnikan padatan. Metoda ini sederhana, material padatan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas pelahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh (Takeuchi, 2009).
Kristal adalah bahan padat dengan susunan atom atau molekul yang teratur (kisi kristal). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan kristal antara lain adalah: (1) Derajat lewat jenuh; (2) Jumlah inti yang ada atau luas permukaan total dari kristal yang ada; (3) Viskositas larutan; (4) Jenis dan banyaknya pengotor ; (5) Pergerakan antara larutan dan kristal (Hiyu, 2010).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Syabatini, 2009).
Pemurnian padatan dengan kristalisasi didasarkan pada perbedaan dalam pelarut tertentu atau campuran pelarut. Dalam bentuknya yang sederhana, proses krisatalisasi terdiri dari
Melarutkan zat murni dalam pelarut tertentu pada atau dekat pelarut.
Menyaring larutan panas dan partikel bahan zat terlarut dan kemudian
Mendinginkan larutan panas sehingga zat terlarut menjadi Kristal dan
Memisahkan Kristal dari larutan “supernatant”.
Terdapat beberapa definisi tentang rekristalisasi yaitu : 1)suatu proses dimana butir logam yang terdeformasi digantikan oleh butiran baru yang tidak terdeformasi yang intinya tumbuh sampai butiran asli termasuk didalamnya 2) Perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis 3) Terbentuknya struktur butiran baru melalui tumbuhnya inti dengan pemanasan (Ajhan, 2008).
Ketika cairan didinginkan, maka akan membeku dan membentuk padatan Kristal. Dalam zat padat terbentuk Kristal ini dengan atom-atom, ion-ion atau molekul menyusun dengan aturan pengulangan yang pasti. Meskipun beberapa zat padat (seperti intan, dan butiran-butiran dalam gula, pasir dan garam meja) adalah Kristal tunggal, pada umumnya kristal padat adalah kumpulan dari banyak Kristal kecil-kecil. Contohnya pada permukaan batu pasir, kapur tulis, es, batu granit, bahan-bahan logam. Cairan seperti tar, kaca yang dicairkan, plastic yang dicairkan, mentega yang terdiri dari molekul yang tidak bisa bergerak dengan mudah, tidak berasal dari Kristal pada yang didinginkan. Walaupun temperatur didinginkan, molekulnya banyak berpindah atau bergerak dan secara perlahan-lahan dan berhenti diposisi yang tidak terarur atau sembarang sebelum dapat bergerak masuk ke dalam penyusun lain (Robinson, 1998).
Salah satu metode pemurnian suatu zat terbentuk Kristal adalah kristalisasi. Metode ini didasarkan pada perbedaan daya larut antar zat yang dimurnikan dengan kotoran lain dalam suatu pelarut tertentu. Pemurnian dengan metode ini banyak dilakukan pada industri atau laboratorium untuk meningkatkan kualitas suatu zat. Beberapa persyaratan suatu pelarut dapat dipakai dengan proses rekristalisasi antara lain :
Memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor.
Tidak meninggalkan zat pengotor pada Kristal
Mudah dipisahkan dari Kristal.
Bersifat inert (tidak mudah bereaksi dengan Kristal.
Natrium klorida (NaCl) merupakan komponen utama dalam garam dapur. Komponen lain yang bersifat pengotor biasanya berasal dari ion-ion Ca2+, Mg2+, Al3+, Fe3+, SO42-, I- dan Br-. Agar daya larut antara NaCl dengan pengotor cukup besar, maka perlu dilakukan penambahan zat-zat tertentu. Zat-zat penambahan tersebut akan membentuk senyawa terutama garam yang sukar larut dalam air. Selain itu kristalisasi dapat dilakukan dengan cara membuat larutan jenuh dengan menambahkan ion sejenis ke dalam larutan zat yang akan dipisahkan (Anonim, 2011).

Metode praktikum
Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat
Timbangan : 1 set
Gelas beker 250 ml : 1 buah
Gelas ukur 50 ml : 1 buah
Labu takar 250 ml : 1 buah
Pengaduk gelas : 1 buah
Corong gelas : 1 buah
Botol semprot : 1 buah
Bahan
Kristal garam dapur pasaran 50 gram
Serbuk kapur (CaO) 1 gram
Larutan Ba(OH)2 encer
Larutan (NH4)2CO3
Larutan HCl encer
Aquadest
Asam sulfat pekat




Prosedur Kerja
Perlakuan Awal

- dimasukkan kedalam gelas beker yang telah ditimbang
- dipanaskan sampai mendidih

- dimasukkan kedalam air panas sambil diaduk
- dipanaskan lagi sampai mendidih
- disaring

- dibagi menjadi dua bagian


Kristalisasi Melalui Penguapan


- ditambahkan 1 gram CaO
- ditambahkan larutan Ba(OH)2 encer sampai tidak terbentuk endapan
- ditambahkan 30 gram/liter (NH4)2CO3 sambil diaduk
- disaring larutan tersebut




- dinetralkan dengan larutan HCl encer
- diuapkan larutan sampai kering


- ditimbang
- dihitung rendemennya


Rekristalisasi Melalui pengendapan




- dijenuhkan dengan gas HCl yang dibuat dengan cara mereaksikan garam dapur dengan asam sulfat pekat
- dihentikan penambahan gelembung gas setelah tidak terjadi pembentukan kristal


- ditimbang
- dihitung rendemen
- diamati dan dibandingkan kenampakan fisik kristal yang dihasilkan dengan yang diperoleh







Hasil Pengamatan
Data Hasil Pengamatan
Perlakuan Awal
No Perlakuan Pengamatan
1. 30 gram garam dapur + aquadest Garam larut, berwarna bening

Kristalisasi melalui penguapan
No Perlakuan Pengamatan
1. Filtrat 1 + CaO Berwarna putih keruh dan terdapat endapan kotoran
2. Filtrat 1 + CaO + 100 tetes Ba(OH)2 Berwarna putih keruh dan zat pengotornya berkurang
3. Filtrat 1 + CaO + 100 tetes Ba(OH)2 + 5 ml (NH4)2CO3 Tidak terjadi perubahan
4. Larutan disaring
Filtrat + 5 ml HCl encer
Larutan berwarna bening




Kristalisasi melalui pengendapan
No Perlakuan Pengamatan
1. Filtrat 2 + 25 ml H2SO4 Berwarna bening
Berasap/ beruap yang keluar melalui adaptor
Ada gelembung pada labu alas bulat
Ada uap di dinding erlenmeyer

Gambar Alat Rekristalisasi Melalui Pengendapan

Keterangan :
Labu alas bulat
Erlenmeyer
Adaptor
Sampel (garam dapur)
H2SO4 pekat
Tutup labu alas bulat

Reaksi yang Terjadi
NaCl + H2O → NaOH + HCl
2 NaCl + CaO →CaCl2 + Na2O
CaCl2 + Na2O + Ba(OH)2 → 2NaOH + BaCl2 + CaO
2NaOH+ BaCl2 +CaO + (NH4)2CO3 → NaCl+ Ba(OH)2 +CaCO3↓ + NH4Cl
NaCl + Ba(OH)2 + NH4Cl + HCl → BaCl2+ NaCl + NH3 + Cl2 +H2O
Ba(OH)2 + HCl →BaCl2 + H2O
NaCl + NH4Cl → NaCl↑ + NH3 + Cl2↑

Perhitungan
Rekristalisasi melalui penguapan
Bobot garam dapur = 30 gram
Bobot gelas kimia = 195 gram
Bobot gelas kimia + kristal = 199,4 gram
Berat kristal = (199,4–195) gram
= 4,4 gram

Rendemen = (berat kristal)/(berat sampel) x 100 %
= (4,4 gram)/(30 gram) x 100%
= 14,667 %
Rekristalisasi melalui pengendapan
Bobot garam dapur = 30 gram
Bobot kristal = -

Rendemen = (berat kristal)/(berat sampel) x 100 %
= -/(30 gram) x 100%
= - ( tidak diketahui)





Pembahasan
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran/pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur/pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya.
Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan (direfluks) sampai semua senyawanya larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar, senyawa tersebut telah larut sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut.

Pelarut yang digunakan dalam proses kristalisasi dan rekristalisasi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Memiliki gradient temperatur yang besar dalam sifat kelarutannya; (2). Titik didih pelarut harus dibawah titik lebur senyawa yang akan dikristalkan; (3) Titik didih pelarut yang rendah sangat menguntungkan saat pengeringan; (4)Bersifat inert (tidak bereaksi) terhadap senyawa yang akan dikristalkan atau direkristalisasi.
Peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya

Pada percobaan pemurnian bahan melalui rekristalisasi digunakan sampel NaCl. NaCl dimurnikan melalui rekristalisasi penguapan dan rekristalisasi pengendapan. Untuk perlakuan awal, dilarutkan 50 gram garam dapur ke dalam 250 ml air panas. Dilarutkan dengan air panas dimaksudkan agar garam dapur dapat larut sempurna. Jika garam dapur dilarutkan dalam suhu dingin dikhawatirkan masih banyak garam dapur yang tidak larut atau hanya larut sebagian. NaCl yang dilarutkan dalam air panas tersebut akan terurai menjadi ion-ionnya yakni ion natrium (Na+) dan ion klorida (Cl-). Garam dapur yang digunakan dalam percobaan ini merupakan garam yang belum murni. Karena itulah dalam percobaan ini dilakukan pemurnian terhadap garam dapur tersebut yang bebas dari zat pengotor. Garam dapur yang telah dilarutkan dalam aquades tersebut, dipanaskan sampai mendidih, setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan tersebut akan digunakan untuk proses kristalisasi pada tahap berikutnya. Selanjutnya filtrat garam dapur yang telah dilarutkan dibagi menjadi dua bagian dengan perbandingan volume 50 ml : 50 ml.
Untuk filtrat I, digunakan untuk percobaan rekristalisasi melalui penguapan dan filtrat II digunakan untuk percobaan rekristalisasi melalui pengendapan. Pada percobaan rekristalisasi melalui penguapan, filtrat I ditambahkan dengan larutan CaO. Ketika ditambahkan CaO, larutan garam dapur tersebut berwarna putih keruh dan terdapat endapan kotoran. Tujuan dari penambahan kalsium oksida (CaO) ini adalah untuk mengendapkan zat-zat pengotor seperti zat pengotor yang di dalamnya mengandung ion Ca2+, Fe3+, Mg2+, I-, dan Br yang terdapat dalam garam dapur. Cara kerja kalsium oksida ini pada prinsipnya sama dengan tawas yakni sebagai kougulan. Pada akhirnya nanti diharapkan larutan yang diperoleh lebih murni dari garam yang semulanya belum dimurnikan. Selanjutnya ke dalam filtrat tadi juga ditambahkan 100 tetes larutan barium hidroksida Ba(OH)2. Pada perlakuan ini, larutan garam dapur tersebut masih berwarna putih keruh, namun zat pengotornya mulai berkurang Penambahan ini bertujuan untuk menghilangkan endapan atau mencegah terbentuknya endapan lagi, akibat penambahan kalsium oksida tadi. Selanjutnya pada filtrat tersebut juga ditambahkan amonium karbonat (NH4)2CO3. Pada perlakuan ini, tidak terjadi perubahan warna pada larutan garam dapur, masih berwarna putih keruh dan masih terdapat endapan kotoran. Penambahan amonium karbonat (NH4)2CO3 ditujukan agar larutan tersebut menjadi jenuh. Tahap berikutnya adalah dilakukan penyaringan untuk memisahkan endapan yang merupakan zat pengotor yang terdapat dalam larutan tersebut. Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah kristal tersebut disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Kemudian filtrat yang diperoleh (bersifat basa), dinetralisasi dengan larutan yang bersifat asam yaitu HCl encer. Pada saat dinetralisasi dengan HCl encer, larutan garam menjadi warna bening dan tidak terdapat endapan kotoran
Setelah larutan tersebut netral, maka pada larutan itu dilakukan penguapan atau pemanasan hingga terbentuk kristal garam dapur kembali (rekristalisasi). Bentuk kristal garam dapur setelah dilakukannya proses rekristalisasi adalah strukturnya lebih lembut dan warnanya putih bersih. Agar proses rekristalisasi ini dapat berjalan dengan baik, kotoran harus mempunyai kelarutan lebih besar dari senyawa yang diinginkan. Jika hal ini tidak terpenuhi maka kotoran akan ikut mengkristal bersama senyawa yang diinginkan (kristal garam dapur). Dampaknya menyebabkan kristal yang diperoleh tidak murni lagi. Kemurnian suatu zat ditentukan oleh rendemen yang diperoleh, semakin tinggi rendemen suatu zat maka tingkat kemurnian akan semakin tinggi sedangkan semakin kecil nilai rendemen yang diperoleh dari suatu zat maka tingkat kemurnian semakin rendah. Kristal yang diperoleh ini kemudian ditimbang. Dari hasil penimbangan diperoleh berat kristal sebesar 4,4 gram. dan diperoleh rendemen kristal garam dapur (NaCl) sebersar 14,667 % yang berarti bahwa terdapat 14 ,667 % garam dapur murnia dan 85,333%nya adalah zat pengotor (residu) yang berada dalam sampel garam dapur (NaCl) tercemar.
Selanjutnya, percobaan rekristalisasi melalui pengendapan. Pada percobaan rekristalisasi melalui pengendapan, filtrat II yang telah dijenuhkan dengan gas HCl ditambahkan dengan 25 ml H2SO4 pekat. Pada perlakuan ini terlihat adanya perubahan pada larutan garam tersebut, yakni berwarna bening, mengeluarkan asap atau uap melalui adaptor, terlihat adanya gelembung pada labu alas bulat dan terdapat uap di dinding erlenmeyer. Hal ini disebabkan oleh sifat asam sulfat yang mengeluarkan gas. Pada percobaan ini tidak terbentuk kristal. Hal ini disebabkan oleh alat yang digunakan untuk mengendapkan kristal bukan alat yang semestinya, sehingga masih ada uap yang keluar melalui mulut labu atau adaptor. Selain itu penambahan garam dapur yang berlebihan sehingga larutan garam menjadi lewat jenuh dan pada saat penambahan asam sulfat, dilakukan secara terus-menerus sehingga penutup labu alas bulat lama dibiarkan terbuka, sehingga banyak uap yang keluar dari mulut labu.

Simpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah bahwa garam dapur yang dimurnikan pada percobaan ini, menggunakan prinsip rekristalisasi dengan penguapan dan pengendapan, rekristalisasi adalah metode pemurnian bahan dalam hal ini adalah garam dapur dengan pembentukan kristal kembali guna menghilangkan zat pengotor. Daya larut dari zat yang akan dimurnikan dengan pelarutnya akan mempengaruhi proses rekristalisasi ketika suhu dinaikkan atau ditambahkan kalor/panas. Garam dapur yang direkristalisasi menghasilkan kristal yang berwarna putih bersih dan strukturnya lebih halus/lembut dari semula. Garam dapur hasil rekristalisasi yang diperoleh sebesar 4,4 gram gram dan rendemennya sebesar 14,667 %.


DAFTAR PUSTAKA

Ajhan, 2008. Pemurnian NaCl. http://duniapraktikumxajhan/2008/ 12/06/pemurnian nacl/ [13 Mei 2011]

Anonim, 2011, Penuntun Praktium Kimia Anorganik. UNHALU, Kendari.


Hiyu, 2010, Rekristalisasi,

http:// catetankuliah.blogspot.com/2010/11/kristalisasi-rekristalisasi.html[ 13 Mei 2011]

Robinson, William R, 1998, General Chemistry. Hoghton Mifflin Company, New York.


Syabatini, Annisa. 2009. Pemurnian Bahan Melalui Rekristalisasi. http://annisanfushie.wordpress.com/2008/12/26/pemurnian-bahan-melalui-rekristalisasi/ [13 Mei 2011]
Takeuchi, Yoshito. 2009. Metoda pemisahan standar. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/pemurnian-material/metoda-pemisahan-standar/ [13 Mei 2011]


TUGAS SETELAH PRAKTIKUM


SOAL.
Jelaskan perbedaan dasar antara metode reklistalisasi dan metode yang lain !
Jelaskan fungsi penambahan masing-masing zat terasebut ?
Ramalkanlah pengotor apa saja yang masih ada dalam kristal NaCl hasil reklistalisasi !
Jelaskan kelebihan dan kelemahan masing-masing cara reklistalisasi tersebut diatas ?
Dapatkah gas HCl dibuat dengan mereaksikan garam dapur dengan selain asam sulfat. Jelaskan !

Jawab.
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali sehingga mengahsilkan kristal yang murni dari pengotor. Dasar pemisahan dengan metode ini adalah adanya perbedaan kemampuan pengkristalan zat pada campuran. Yang menjadi perbedaan mendasar antara metode reklistalisasi dan metode yang lain yaitu adanya perbedaan kemampuan pengkristalan zat pada campuran
Fungsi penambahan zat-zat dalam percobaan ini :
kalsium oksida ditambahkan untuk mengendapkan zat-zat pengotor dengan mengikat pengotor berupa Ca2+, Mg2+, I¬-, dan Br-.
Penambahan Ba(OH)2 bertujuan untuk menghilangkan endapan dan mencegah terbentuknya endapan lagi, akibat penambahan kalsium oksida. Selain itu Ba(OH)2 juga berfungsi untuk mengikat pengotor berupa ion Mg2+ atau Al3+
Penambahan (NH4)2CO3 ditujukan agar larutan tersebut menjadi jenuh. Penambahan pelarut (NH4)2CO3 dimaksudkan untuk mengikat sisa-sisa zat pengotor yang mungkin masih ada dalam larutan garam tetapi tidak bisa terikat oleh 2 pelarut sebelumnya. Zat-zat pengotor itu mungkin berada dalam bentuk ion SO42-, I-, Br, dan lain-lain.
Penambahan HCl encer dimaksudkan untuk menetralisasikan filtrat karena filtrat yang terbentuk bersifat basa akibat dari penambahan Ba(OH)2
Pengotor yang masih ada diantaranya debu, pasir, rumput-rumput yang hancur bersama menjadi satu dengan air laut,dan kotoran-kotoran yang lain yang mencemari air laut yang dijadikan sebagai sampel yang akan di murnikan. Selain itu terdapat Zat-zat pengotor yang beasal dari ion-ion Ca2+, Al3+, Mg2+, SO42-, I-, atau Br- yang ditampakkan dengan butiran-butiran pasir yang halus berwana hitam atau putih.
Kelebihan dari cara reklistalisasi :
Dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas suatu zat dalam laboratorium.
Dapat membantu pada masyarakat dalam memurnikan suatu kebutuhan rumah tangga, terutama kebutuhan akan garam dapur yang bersih tanpa pengotor dari alam bebas.
Kekurangan dari cara Reklistalisasi :
Apabila larutan yang akan dipisahkan tidak memberikan daya laut yang lebih besar maka zat yang dimurnikan susah dipisahkan.
Bila zat yang akan dipisahkan sukar untuk meninggalkan kristal, maka cara ini susuah ditempuh untuk memurnikan zat tersebut.
Dapat, misalnya kita mereaksikan NaCl dengan air, dimana NaCl akan larut menjadi NaO dan HCl, sesuai reaksi dibawah ini :

Dari reaksi tersebut dapat diketahui bahwa hasil reaksi tersebut dapat mengahsilkan HCl,

Senin, 23 Mei 2011

LAPORAN PRAKTIKUM EKSTRAKSI PELARUT

LAPORAN PRAKTIKUM
PRAKTIKUM DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK
PERCOBAAN II
EKSTRAKSI PELARUT





O L E H :
NAMA : YELLI RAHMAYANTI
STAMBUK : A1C4 09 005
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN PEMBIMBING : MUH. EFENDI









LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

EKSTRAKSI PELARUT

A. Latar Belakang
Pada dewasa ini, pemisahan dengan menggunakan ekstraksi semakin sering digunakan dan semakin populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur , seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbada dalam kedua fase pelarut.
Dalam ekstraksi, pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CHCl3, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali.
Salah satu contoh pemisahan dengan menggunakan metode ekstraksi yaitu pemisahan minyak atsiri dari biji pala. Pertama-tama yang dilakukan adalah mengambil kandungan minyak lemak dari bijinya, baru kemudian dilakukan pemurnian untuk mendapatkan minyak esensial atsirinya saja.


Tujuan
Tujuan dilakukan percobaan ini adalah sebagai berikut :
Dapat melakukan pemisahan dengan cara ekstraksi pelarut.
Dapat menentukan tetapan distribusi (KD) asam asetat dalam sistem organik-cair.

C. Prinsip Percobaan
Percobaan ini didasarkan pada proses pemisahan dengan teknik esktraksi pelarut dan efisien ekstraksi dari dua senyawa atau lebih yang dipisahkan berdasarkan perbedaan koefisien distribusinya (KD).
Teori
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak saling bercampur. Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan sejmlah gugus yang diinginkan dan mungkin merupakan gugus pengganggu dalam analisis secara keseluruhan. Kadang-kadang gugus-gugs pengganggu ini diekstraksi secara selektif (Eby,2009).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnyabahan alami)tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja,karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Rahayu, 2009).
Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Jenis-jenis ekstraksi tersebut sebagai berikut:
Cara Dingin
Maserasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metoda pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti dilakuakn pengadukan kontinyu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarutsetelah dilakukan ekstraksi maserat pertama dan seterusnya.
Perkolasi, adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya pada suhu ruang. Prosesnya didahului dengan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus menerus samapai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

Cara Panas
Reflux, adalah ekstraksi pelarut pada temperature didihnya selamawaktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik
Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik.
Digesi, adalahmaserasi kinetic pada temperature lebih tinggi dari temperature kamar sekitar 40-50 C
Destilasi uap, adalah ekstraksi zat kandungan menguap dari bahan dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial zat kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fse uap campuran menjadi destilat air bersama kandungan yang memisah sempurna atau sebagian.
Infuse, adalah ekstraksi pelarut air pada temperature penangas air 96-98 C selama 15-20 menit (Kurnia, 2010).
Ekstraksi cair-cair merupakan suatu cara, pemisahan komponen yang larut dalam zat cair dengan solven yang tak bercampur dengan zat cair tersebut tetapi dapat melarutkan komponen yang dimaksud dan bersifat selektif (Sajima, 2007).
Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya (Utami, 2011).
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses leaching adalah: jumlah konstituen (solute) dan distribusinya dalam padatan, sifat padatan, dan ukuran partikel. Mekanisme proses leaching dimulai dari perpindahan solven dari larutan ke permukaan solid (adsorpsi), diikuti dengan difusi solven ke dalam solid dan pelarutan solut oleh solven, kemudian difusi ikatan solut-solven ke permukaan solid, dan desorpsi campuran solut-solven dari permukaan solid kedalam badan pelarut. Pada umumnya perpindahan solven ke permukaan terjadi sangat cepat di mana berlangsung pada saat terjadi kontak antara solid dan solvent, sehingga kecepatan difusi campuran solut-solven ke permukaan solid merupakan tahapan yang mengontrol keseluruhan proses leaching. Kecepatan difusi ini tergantung pada beberapa faktor yaitu : temperatur, luas permukaan partikel, pelarut, perbandingan solut dan solven, kecepatan dan lama pengadukan (Pramudono, 2008)

Metode Praktikum
Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat
Corong pisah 100 ml : 1 buah
Gelas piala 50 ml : 1 buah
Gelas ukur 50 ml : 1 buah
Pipet skala 25 ml : 1 buah
Karet pengisap : 1 buah
Buret asam : 1 buah
Statif + klem : 1 set
Erlenmeyer 250 ml : 2 buah
Botol semprot : 1 buah
Bahan
Aquadest
Asam asetat
Pelarut organik (CHCl3)
Larutan NaOH 1 Dan
Indikator phenolptalein

Prosedur Kerja
Penentuan Konsentrasi asam Asetat total




















Esktraksi Asam Asetat dengan Pelarut Organik dan Penentuan Konsentrasi Asam Asetat sisa
Untuk 1x ekstraksi



















Untuk 2x ekstraksi





















Hasil Pengamatan
Data Hasil Pengamatan
Penentuan konsentrasi asam asetat total
No Perlakuan Pengamatan
1. 20 ml + asam asetat encer + 3 tetes indikator PP Larutan bening
2. Dititrasi dengan NaOH 1 Dan Larutan berwarna ungu

Ekstraksi asam asetat dengan pelarut organik dan penentuan konsentrasi asam asetat sisa
Untuk 1x ekstraksi
No Perlakuan Pengamatan
1. 20 ml asam asetat + 20 ml CHCl3 Terbentuk dua lapisan
2. Dikocok dan didiamkan Terbentuk dua lapisan
3. Dipisahkan lapisan air Lapisan air berwarna keruh
4. 100 ml lapisan air + indikator PP Larutan berwarna bening
5. Dititrasi dengan NaOH 1 Dan Larutan berwarna ungu


Untuk 2x ekstraksi
No Perlakuan Pengamatan
1. 20 ml asam asetat + 20 ml CHCl3 Terbentuk dua lapisan
2. Dikocok dan didiamkan Terbentuk dua lapisan
3. Dipisahkan lapisan air Lapisan air berwarna keruh
4. Lapisan air + 10 ml CHCl3 Larutan berwarna keruh
5. Dipisahkan lapisan air Lapisan air berwarna keruh
6. 100 ml lapisan air yang telah diencerkan + indikator PP Larutan berwarna bening
7. Dititrasi dengan NaOH 1 Dan Larutan berwarna ungu

Reaksi
CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O
Perhitungan
Penentuan konsentrasi asam asetat total
Volume asam asetat = 20 ml
Volume NaOH = 33,5 ml
N NaOH = 1 N

V1 . N1 = V2 . N2
20 ml . N1 = 33,5 ml . 1 N
20 ml . N1 = 33,5 mek
N1 = (33,5 mek)/(20 ml)
= 1, 675 N

gram asam asetat = mol x Mr
= N x V x Mr
= 33,5 x 60
= 2010 mg
= 2,01 g
Ekstraksi asam asetat dengan pelarut organik dan penentuan konsentrasi asam asetat sisa
Penentuan konsentrasi dan massa asam asetat sisa
Untuk 1x ekstraksi
Volume asam asetat = 20 ml
Volume NaOH = 27,5 ml
N NaOH = 1 N



V1 . N1 = V2 . N2
20 ml . N1 = 27,5 ml . 1 N
20 ml . N1 = 27,5 mek
N1 = (27,5 mek)/(20 ml)
= 1, 375 N

Mol asam asetat = N x V
= 1,375 x 20
= 27,5 mmol
gram asam asetat = mol x Mr
= 27,5 x 60
= 1650 mg
= 1,65 g
Untuk 2x ekstraksi
Volume asam asetat = 20 ml
Volume NaOH = 23 ml
N NaOH = 1 N

V1 . N1 = V2 . N2
20 ml . N1 = 23 ml . 1 N
20 ml . N1 = 23 mek
N1 = (23 mek)/(20 ml)
= 1, 35 N

Mol asam asetat = N x V
= 1,35 x 20
= 23 mmol

gram asam asetat = mol x Mr
= 23 x 60
= 1380 mg
= 1,38 g
Penentuan KD dan %E
Untuk 1x ekstraksi
KD = ((W0-W1)/V2)/( W1/V1)
= ((2,01-1,65)/20)/(1,65/20)
= 0,36/1,65 = 0,218
% E = (massa zat yang terekstraksi)/(massazat yang diekastraksi) x100%
= (2,01-1,65)/2,01 x100%
= 0,36/2,01 x100%
= 17,91 %
Untuk 2x ekstraksi
KD = ((W0-W1)/V2)/(W1/V1)

= ((2,01-1,38)/10)/(1,38/20)
= 0,63/0,69 = 0,913
% E = (massa zat yang terekstraksi)/(massa zat yang diekstraksi) x100%
= (2,01-1,38)/2,01 x100%
= 0,63/2,01 x100%
= 31,34 %



Pembahasan
Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua pelarut yang tidak bercampur. Selain itu ekstraksi juga merupakan suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkan yang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya senyawa non polar larut dalam pelarut non polar atau yang lebih dikenal dengan like dissolves like.
Berdasarkan hukum Nerst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap. Ekstraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Corong pemisah berfungsi memisahkan dua zat yang tidak saling melarutkan.
Pada percobaan ini, terlebih dahulu menentukan konsentrasi asam asetat total. Pada penentuan konsentrasi asam asetat total diawali dengan menitrasi larutan asam asetat encer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator phenolptalein dengan larutan baku NaOH 1 N. Titrasi ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar massa asam asetat total yang akan terdistribusi pada pelarut organik dan air. Pada saat dititrasi terlihat perubahan warna pada asam asetat menjadi warna ungu. Hal ini menandakan bahwa telah mencapai titik akhir titrasi. Titrasi ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dan massa asam asetat yang akan diekstraksikan dengan pelarut organic. Dari hasil percobaan diperoleh konsentrasi asam asetat total sebesar 1,675 N dan massa asam asetat total sebesar 2,01 gram.
Selanjutnya, mengekstraksi asam asetat dengan pelarut organik dan penentuan konsentrasi asam asetat sisa. Pada ekstraksi asam asetat dengan pelarut organik, dalam hal ini pelarut organik yang digunakan adalah kloroform (CHCl3) diawali dengan memasukkan asam asetat yang telah diencerkan ke dalam corong pemisah dan menambahkan pelarut kloroform ke dalamnya.Kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas permukaan sehingga dapat membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa.
Dalam perlakuan ini, terbentuk dua lapisan dalam campuran tersebut, Dimana pelarut air berada di lapisan bawah sedangkan kloroform berada di lapisan atas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat polaritas dari kedua larutan, dimana air sebagai pelarut polar sedangkan kloroform (CHCL3) bersifat sebagai pelarut non polar. Selain itu, disebabkan oleh massa jenis air lebih besar dibanding dengan kloroform sehingga menyebabkan lapisan air berada pada lapisan bawah. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.
Pada proses ekstraksi dilakukan dua kali ekstraksi. Proses ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak zat yang terekstraksi pada fasa (pelarut) organik. Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Semakin sering dilakukan ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil.
Pada satu kali ekstraksi, diperoleh besar konsentrasi asam asetat sisa sebesar 1,375 N, koefisien distribusi(KD) sebesar 0,218, dan persen terekstraksi (%E) sebesar 17,91 % Pada dua kali ekstraksi, diperoleh besar konsentrasi asam asetat sisa, koefisien distribusi (KD), dan persen terekstraksi (%E) berturut adalah 1,35 N, 0,913, dan 31,34 %. Dari data tersebut terlihat bahwa konsentrasi asam asetat sisa, koefisien distribusi (KD), perbandingan distribusi (D), dan persen terekstraksi (%E) lebih besar pada saat dua kali ekstraksi. Hal ini menunjukkan bahwa kemurnian larutan yang dipisahkan dengan dua kali ekstraksi lebih tinggi. Berdasarkan teori, jika harga Kd besar maka solut cenderung terdistribusi ke dalam pelarut organik dibanding dalam air. Olehnya itu, dari percobaan dapat dikatakan bahwa asam asetat lebih banyak terdistribusi dalam kloroform dibanding dalam air. Hal ini disebabkan oleh sifat kloroform yang hampir sama dengan sifat asam asetat dibanding dengan sifat air dengan asam asetat . asam asetat bersifat semipolar, air bersifat polar dan kloroform yang bersifat semipolar yang telah hampir nonpolar (sifat transisi antara semipolar dengan polar). Olehnya itu, asam asetat lebih cenderung terdistribusi ke dalam kloroform dibanding ke dalam air.
Simpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua pelarut yang tidak bercampur.
Nilai koefisien distribusi asam asetat dalam sistem organik-air untuk 1x ekstraksi sebesar 0,218sedangkan untuk 2x ekstraksi sebesar 0,913.






DAFTAR PUSTAKA

Eby, 2009,Ekstraksi Pelarut, http://eby.blogspot.com, [ 9 Mei 2011]

Kurnia, 2010, Ekstraksi Pelarut, www.besmile.com//http://ekstraksi-pelarut.htm. [ 9 Mei 2011]

Pramudono, 2008, Ekstraksi Kontinyu dengan Simulasi Batch Tiga Tahap Aliran Lawan Arah : Pengambilan Minyak Biji Alpukat Menggunakan Pelarut n-Hexane dan Isopropil Alkohol, Jurnal Reaktor, VoL 12, No 1, Hal 37-38.

Rahayu, 2009, Ekstraksi, www.chem-is-try.com.//situskimiaindonesia.htm. [ 9 Mei 2011]

Sajima, 2007, Pembuatan Larutan Umpan Proses Pengendapan Zr(OH)4 Menggunakan Metode Re-ekstraksi, Jurnal Seminar Nasional III, Vol 1, No 2, Hal 2.

Utami, 2011,Ekstraksi, www.majarimagazine.com. [ 9 Mei 2011]

Rabu, 18 Mei 2011

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PERMUKAAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK 1
PERCOBAAN III
Kimia permukaan




OLEH :
NAMA : Yelli rahmayanti
STAMBUK : A1C4 o9 005
KELOMPOK : I (satu)
ASISTEN PEMBIMBING : Fatahu

LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010



BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang inign dicapai dari percobaan ini yaitu dapat menentukan isotermal adsorpsi menurut Freundlich untuk proses adsorpsi asam asetat pada arang aktif.
Prinsip Percobaan
Penentuan isotermal adsorpsi Freundlich pada percobaan ini didasarkan pada penentuan kosentrasi asam klorida yang teradsorpsi pada permukaan arang aktif pada suhu tertentu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan terdahulu mengenai sifat termodinamika, efek permukaan diabaikan. Tetapi molekul atau atom pada permukaan terdapat dalam lingkungan berbeda dari molekul atau atom dalam fase ruah, dan bila bahan terbagi halus, efek permukaan dapat cukup berarti. Medan gaya tak simetris pada permukaan dapat menimbulkan tegangan permukaan paralel dengan permukaan, kecenderungan molekul asimetrik untuk berorientasipada permukaan, dan kapasitas untuk mengikat molekul lain pada permukaan baik secara fisik ataupun secara kimia. Ada banyak aplikasi praktis dari termodunamika permukaan seperti pengertian penurunan tegangan permukaan akibat zat terlarut, adsorpsi oleh zat padat, khromatografi , koloid dan katalisa permukaan (Cotton ,1989)
Langmuir mengaggap permukaan suatu zat padat sebagai terdiri dari ruang elementer masing-masing dapat mengadsorpsi satu molekul gas. Ia mengandaikan, bahwa setiap ruang elementer adalah identik dalam afinitasnya untuk molekul gas dan adanya molekul gas pada satu ruang tak mempengaruhi sifat dari ruang yang ada di dekatnya (Birt, 1993).
Dalam kimisorpsi (kependekan dari “absorpsi kimia”), partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasinya dengan substrat. Entalpi kimisorpsi jauh lebih besar daripada untuk fisisorpsi, dan nilai khasnya adalah sekitar -200 kJ/mol . Molekul yang terkimisorpsi, dapat terpisah karena tuntutan valensi atom permukaan yang tidak terpenuhi. Adanya fragmen molekul pada permukaan, sebagai hasil kimisorpsi, merupakan salah satu alasan mengapa permukaan mengkatalisa reaksi (Atkins, 1997).
Adsorpsi timbul dari gaya van der waals yang lebih lemah dan gaya dipol tidak demikian spesifik sifatnya dan dapat berlangsung di dalam setiap sistim pada temperatur yang rendah. Adsorpsi jenis ini disebut fisisorpsi dan biasanya dihubungkan dengan panas yang rendah. Fisisorpsi adalah serupa dengan yang menyebabkan pemadatan gas-gas ke dalam cairan atau padatan-padatan. ketika satu molekul menyerap permukaan dari padatan, ada satu interaksi antara bahwa molekul dan molekul di dalam permukaan yang menuju ke pusat menyerap molekul-molekul di dalam cara yang hampir sama bahwa suatu molekul gas dipadatkan ke permukaan dari cairan .
Arang aktif biasanya disebut karbon aktif yang dapat menyerap beberapa jenis zat di dalam cairan ataupun gas. Berarti arang aktif dapat digunakan sebagai bahan penjernih ataupun untuk menghilangkan bau busuk. Pada arang aktif terdapat banyak pori (zone) berukuran nanD hingga mikrometer. Sedemikian banyaknya pori sehingga dalam satu gram arang aktif bila semua dinding rongga pori direntangkan, luas permukaannya mencapai ratusan hingga ribuan meter persegi. Arang yang atom-atomnya merupakan atom-atom karbon dapat berfungsi sebagai bahan penyerap, bila atom-atom arang tersebut dapat diubah dari bentuk amort menjadi bentuk poli kristal. Supaya terjadi arang aktif, proses aktivasi harus dilakukan, yaitu dengan pemanasan pada suhu tinggi. Dengan pemanasan tersebut, maka atom-atom karbon akan mengaturdiri sedemikian rupa sehingga terjadi poli kristal. Rongga-rongga atau pori-pori (zone-zone) antar kristal berukuran nano hingga mikrometer. Proses aktivasi atau kristalisasi arang dari bentuk amort menjadi poli kristal dilakukan dalam tanur suhu tinggi .Proses produksi ini merupakan proses fisika dan hasil produksinya merupakan arang dengan karbon berkadar tinggi. Arang aktif dapat dibuat dari berbagai janis bahan, seperti : kertas, kulit padi, gambut,tulang, serbuk gergaji, kayu, biji kelapa sawit, batok kelapa, ubi kayu, tapioka dan sebagainya (Subiarto, 2000).
Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif (Sembiring et al, 2003).



BAB III
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 12 November 2010 pukul 13.30 WITA sampai selesai dan bertempat di Laboratorium Pengembangan Unit Kimia
Alat dan Bahan
Alat
Cawan Porselin
Labu takar 100 mL 2 buah
Labu Erlenmeyer 5 buah
Pipet tetes 3 batang
Pipet skala 10 mL dan 25 mL masing-masing 2 batang
Gelas ukur 50 mL
Buret 1 batang
Statif 1 batang
Corong 3 buah
Labu semprot 1 buah
Bahan
Arang aktif
Larutan asam asetat 0,5 N atau HCl
Larutan baku NaOH 0,1 N/M
Indikator PP
Kertas saring 5 lembar
Aquades












Prosedur Kerja


- diaktifkan dengan memasukannya dalam cawan porselin ke dalam oven pada suhu 100oC
Dimasukkan ke dalam 5 buah erlenmeyer masing-masing 1 gram




-masing-masing dimasukkan ke dalam erlenmeyer berisi arang
- ditutup dan dibiarkan selama 25 menit sambil dikocok
- masing-masing disaring larutan
- dikumpul kembali arang dan dikeringkan
- dititrasi larutan filtrat dengan larutan baku NaOH 0,1 N dengan Indiktor PP


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Hasil Pengamatan
No. M(g) Konsentrasi Asam (N)
Awal Akhir
1. 1 0,5 0,33
2. 1 0,25 0,19
3. 1 0,125 0,086
4. 1 0,0625 0,036
5. 1 0,0156 0,015

Reaksi-reaksi yang terjadi :
Reaksi yang terjadi pada praktikum kimia permukaan I yaitu antara HCl dan NaOH dengan menggunakan Indikator fenolftalein sesuai reaksi



Analisis Data
Rumus Penetralan : a . [Na] . Va = b. [Nb] . Vb
Reaksi ion untuk HCl : H+ + Cl-, dari reaksi menunjukkan valensi (a) dari ion H+ adalah 1
Reaksi ion untuk NaOH : Na+ + OH-, dari reaksi menunjukkan valensi dari ion OH- adalah 1

Perhitungan
Menentukan konsentrasi akhir HCl
25 mL HCl 0,125 N + 33 mL NaOH 0.1 N

25 mL HCl 0,125 N + 19 mL NaOH 0.1 N


50 mL HCl 0.0625 N + 18 mL NaOH 0.1 N

50 mL HCl 0.0156 N +18 mL NaOH 0.1 N

50 mL HCl 0.0156 N + 7,5 mL NaOH 0.1 N

Menentukan konsentrasi HCl yang teradsorpsi





log C = -0,769
log C = -1,221
log C = -1,408
log C = -1,578
log C = -3.221

Menentukan massa HCl yang teradsorpsi

1. x gram = C. VHCl. Mr HCl
= (0.17)(0.1)(36.5)
= 0.6205 gram
2. x gram = C. VHCl. Mr HCl
= (0.06)(0.1)(36.5)
= 0.219 gram
3.x gram = C. VHCl. Mr HCl
= (0.039)(0.1)(36.5)
= 0,14235 gram 4. x gram = C. VHCl. Mr HCl
= (0.0265)(0.1)(36.5)
= 0.0967 gram
5.x gram = C. VHCl. Mr HCl
= (0.0006)(0.1)(36.5)
= 0.00219 gram

Menentukan jumlah zat teradsorpsi per jumlah zat adsorben





x/m C
0.6205 0.17
0.219 0.06
0.14235 0.039
0.0967 0.0265
0.00219 0.0006



















Grafik hubungan antara x/m dengan c :

Dari grafik di atas diperoleh persamaan regresinya (y=bx+a) atau (y=-0,135x + 0,623). Sehingga nilai a = 0,623, b = -0,135
Berdasarkan persamaan Freundlich, garis pada grafik merupakan garis lurus (linear) sehingga kemiringan “n” adalah
(y2-y1)/(x2-x1)= (0,0006-0,17)/(0,00219-0,6205)=tan
tan n = 0,23, sehingga nilai n (kemiringan) lerengnya adalah 30o , sehingga nilai k adalah m/x= kCn
0,0967 = k (6x10-4)30
k = 5,331x101

Pembahasan
Kimia permukaan dapat didefinisikan secara umum sebagai kajian reaksi kimia di permukaan. Hal ini berkaitan erat dengan fungsionalisasi permukaan yang bertujuan mengubah susunan kimia permukaan dengan menambahkan unsur tertentu atau gugus fungsi yang menghasilkan berbagai dampak yang diinginkan atau peningkatan sifat-sifat permukaan atau antarmuka.
Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben dalam fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam absorbens sedangkan pada adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat pada permukaannya
Suatu adsorbens dengan bahan dan jenis tertentu, banyaknya gas yang dapat diserap, makin besar bila temperatur kritis semakin tinggi atau gas tersebut mudah dicairkan. Semakin luas permukaan dari suatu adsorben yang digunakan, maka semakin banyak gas yang dapat diserap. Luas permukaan sukar ditentukan, hingga biasanya daya serap dihitung tiap satuan massa adsorben. Adsorbsi pada permukaan zat padat terjadi kesetimbangan antara zat yang diserap dengan zat yang tersisa, pada adsorbsi suatu zat akan menyerap ke permukaan zat lain.
Secara sederhana, untuk menguji kemampuan adsorpsi suatu zat digunakan arang aktif sebagai adsorben sampel. Arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.
Perlakuan pertama untuk menentukan proses adsorpsi arang aktif terhadap asam asetat dalam larutan yaitu dengan mengisi larutan asam asetat 0,5 N kedalam 5 buah erlenmeyer. Dengan proses pengocokkan selama lima menit, larutan didiamkan dengan selang waktu 25 menit agar proses penyerapan yang terjadi pada permukaan zat bisa berlangsung sempurna dan tercapai kesetimbangan antara adsorbens dan zat pelarut. Setelah bereaksi dengan sempurana larutan tersebut disaring sehingga diperoleh filtrat yang berwarna bening. Percobaan diakhiri dengan mentitrasi filtrat yang diperoleh dengan larutan NaOH 0,1 N dengan penambahan indikator pp ditandai pada saat titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh pada saat praktikum diketahui konsentrasi HCl awal adalah 0,5 N, 0,25N, 0,125N , 0,0625N, dan 0,0156N, dari hasil analisis yang di lakukan diperoleh konsentrasi HCl akhir 0,42N 0,23N, 0,05N, 0,06N, 0,03N. jika di bandingkan konsentrasi awal dengan konsentrasi akhir dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa konsentrasi HCl semakin menurun, hal ini disebabkan karena terjadi perpindahan larutan ke arang aktif, dimana diketahui bahwa arang aktif sebagai adsorbent atau penyerap. Sehingga larutan HCl diserap oleh arang aktif. Dengan demikian terjadi perubahan konsentrasi pada HCl yang semakin kecil. Namun, dengan konsentrasi yang kecil, maka isothermal Freundlich tidak berlaku, karena isothermal Freundlich hanya berlaku pada konsentrasi absorbat yang tinggi.
Dari hasil analisis data, didapatkan bahwa semakin kecil konsentrasi HCl maka konsentrasi HCl yang teradsorbsi juga semakin kecil. Hal ini berbeda dengan adsorben yang memiliki permukaan dalam yang luas jadi semakin besar konsentrasi zat terlarut maka jumlah zat yang teradsorbsi semakin banyak. Nilai ini juga mempengaruhi massa teradsorbsi dari HCl, serta nilai perbandingan dari massa teradsorbsi dengan massa yang diadsorbsi.
Hal ini ditunjukkan oleh grafik X/m terhadap C. X/m adalah perbandingan antara zat yang teradsorpsi (gram) dengan jumlah adsorben (gram),dan C adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan setelah tercapai kesetimbangan adsorpsi. Grafik terlihat cenderung keatas menunjukkan bahwa isotermnya dikatakan cenderung favorable. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan zat padat yang relative tinggi dengan konsentrasi larutan yang rendah, artinya perpindahan massa dari karbon ke fase larutan asam klorida.













BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan tujuan percobaan, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa isotermal dsorbsi menurut Freundlich untuk proses adsorpsi asam asetat pada arang aktif menunjukan bahwa banyaknya zat padat yang diserap per gram adsorben adalah sebanding dengan tetapan (k), konsentrasi (C), dan n sebagai pangkat eksponen, menurut persamaan = kCn.
Saran
Adapun saran saya yaitu agar dalam setiap praktikum harus dilakukan secara teliti sehingga percobaan yang dilakukan benar dan sesuai dengan teori.

DAFTAR PUSTAKA


Atkins,1997, Kimia Fisika Edisi Keempat Jilid 2,Erlangga, Jakarta.
Birt,B., 1993, Kimia Fisik untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.
Brown,Theodore.L.,1997,Chemistry The Central Science,Preticel Hall,New
Jersey.
Cotton ,1989, Kimia An Organik Dasar, UI PRESS, Jakarta.
Sembiring, et al.2003. Arang Aktif Pengenalan dan Proses Pembuatannya.
Vol 1.Hal 1.
Subiarto,2000.Pengolahan Limbah Radioaktif (SR-90) dengan Arang Aktif
Lokal dengan metode kolom.Pusat Pengembangan Limbah
Radioaktif.Vol 2.Hal 72-73.

teori BIG BANG

MAKALAH
AN ORGANIK I
(TEORI BIG BANG DALAM PERSPEKTIF ILMU KIMIA)


OLEH :
NAMA : YELLI RAHMAYANTI
STAMBUK : A1C4 09005
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN : PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS : FKIP



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010

KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui seberapa besar pengaruh teori bigbang dalam menjelaskan proses pembentukan bumi yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang “proses pembentukan bumi yang ditinjau dari teori bib bang dari segi agama” dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru/dosen yang telah memberikan tugas makalah ini sehinggga memberikan banyak manfaat .

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih

penulis

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR……………………………………………….. …..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...1
A. Latar belakang Masalah………………………………………………...1
B. Pembatasan Masalah……………………………………………………2
C. Perumusan Masalah……………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….3
A. Sejarah dan Perkembangan teori Big Bang……………………………. 3
B. Teori Big Bang dalam perspektif ilmu kimia………………………….. 5
C. Teori Big Bang dalam perspektif ilmu agama…………………………. 7

BAB III PENUTUP……………………………………………………….11
A. Kesimpulan……………………………………………………………..11
B. Saran…………………………………………………………………… 11
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Telah beribu-ribu tahun manusia mengkaji bagaimana proses penciptaan alam semesta ini. Dahulu satu-satunya sumber pemikiran adalah pemahaman yang diperoleh dari ajaran keagamaan dan berbagai sistim filsfat sains. Baru pada zaman modern, bersamaan dengan mengalirnya berbagai jenis data, manusai mampu mendekati masalah asal-usul bumi sistem dari sudut yang baru.
Kita hidup pada suatu masa yang didalamnya nalar dan sains mengaku telah berhasil memberikan jawaban logis terhadap seluruh pertanyaan besar yang diajukan oleh akal manusia itu sendiri. Demikian pula, sebagian orang berkeyakinan bahwa masalah asal-usul alam semesta ini biasa sepenuhnya dijelaskan oleh ilmu pengetahuan sekuler. Dalam buku Principes Fondamentaux de Philosophie, filosof materialis George Politzer mengatakan bahwa "alam semesta bukanlah sesuatu yang diciptakan" dan menambahkan: "Jika ia diciptakan, ia sudah pasti diciptakan oleh Tuhan dengan seketika dan dari ketiadaan".. Pada tahun-tahun sesudahnya, menjadi jelaslah betapa besar akibat yang ditimbulkan oleh suatu teori yang, sejauh berkenaan dengan asal-usul alam semesta, baru bersifat dugaan. Ketika Politzer berpendapat bahwa alam semesta tidak diciptakan dari ketiadaan, ia berpijak pada model alam semesta statis abad 19, Namun, sains dan teknologi yang berkembang di abad 20 akhirnya meruntuhkan gagasan kuno yang dinamakan materialisme ini. Sedekat mana kita dapat berekstrapolasi menuju singularitas diperdebatkan, namun tidaklah lebih awal daripada masa Planck. Fase awal yang panas dan padat itu sendiri dirujuk sebagai "the Big Bang",dan dianggap sebagai "kelahiran" alam semesta kita. Teori Big Bang menunjukkan bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.
Maka dari itu, dengan berangkat dari keyakinan bahwa pada topic yang amat sensitive tentang asal-usul alam semesta, yang dikaji secara ilmiah dan ajaran kitab suci. Sehingga dapat membantu kita untuk menyusun makalah ini dalam menjelaskan masalah-masalah penciptaan alam semesta dengan teori big bang.

Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah :
Sejarah dan perkembangan teori Big Bang
Teori Big Bang dalam perspektif ilmu kimia
Teori Big Bang dalam perspektif agama islam

Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana sejarah dan perkembangan teori Big Bang ?
Bagaimana teori Big Bang dalam perspektif ilmu Kimia?
Bagaimana teori Big Bang dalam perspektif agama islam?

BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah dan perkembangan teori big bang
Teori dentuman besar dikembangkan berdasarkan pengamatan pada stuktur alam semesta beserta pertimbangan teoritisnya. Pada tahun 1912, Vesto Slipher berhasil mengukur geseran Doppler "nebula spiral" untuk pertama kalinya (nebula spiral merupakan istilah lama untuk galaksi spiral). Dengan cepat ia menermukan bahwa hampir semua nebula-nebula itu menjauhi bumi. Ia tidak berpikir lebih jauh lagi mengenai implikasi fakta ini. Dan sebenarnya pada saat itu, terdapat kontroversi apakah nebula-nebula ini adalah "pulau semesta" yang berada di luar galaksi Bima Sakti kita. Sepuluh tahun kemudian, Alexander Friedmann, seorang kosmologis dan matematikawan rusia, menurunkan persamaan Friedmann dari persamaan relativitas umum Albert Einstein. Persamaan ini menunjukkan bahwa alam semesta mungkin mengembang dan berlawanan dengan model alam semesta yang statis seperti yang diadvokasikan oleh Einstein pada saat itu. Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble akan jarak nebula spiral terdekat menunjukkan bahwa ia sebenarnya merupakan galaksi lain. Georges Lemaître kemudian secara independen menurunkan persamaan Friedmann pada tahun 1927 dan mengajukan bahwa resesi nebula yang disiratkan oleh persamaan tersebut diakibatkan oleh alam semesta yang mengembang.
Pada tahun 1931 Lemaître lebih jauh lagi mengajukan bahwa pengembangan alam semesta seiring dengan berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam semesta mengerut seiring berbaliknya waktu sampai pada suatu titik di mana seluruh massa alam semesta berpusat pada satu titik, yaitu "atom purba" di mana waktu dan ruang bermula. Mulai dari tahun 1924, Hubble mengembangkan sederet indikator jarak yang merupakan cikal bakal tangga jarak kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inci (2.500 mm) di Observatorium Mount Wilson. Hal ini mengijinkannya memperkirakan jarak galaksi-galaksi yang geseran merahnya telah diukur. Pada tahun 1929, Hubble menemukan korealsi antara jarak dan kecepatan resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum Hubble.
Semasa tahun 1930-an, gagasan-gagasan lain diajukan sebagai kosmologi non-standar untuk menjelaskan pengamatan Hubble, termasuk pula model Milne, alam semesta berayun (awalnya diajukan oleh Friedmann, namun diadvokasikan oleh Albert Einstein dan Richard Tolman dan hipotesis cahaya lelah (tired light) Fritz Zwicky.
Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis yang memungkinkan. Satunya adalah model keadaan tetap Fred Hoyle, yang mengajukan bahwa materi-materi baru tercipta ketika alam semesta tampak mengembang. Dalam model ini, alam semesta hampirlah sama di titik waktu manapun. Model lainnya adalah teori dentuman besar Lemaître, yang diadvokasikan dan dikembangkan oleh George Gamow, yang kemudian memperkenalkan nukleosintesis dentuman besar (Big Bang Nucleosynthesis, BBN). Ironisnya, justru adalah Hoyle yang mencetuskan istilah big bang untuk merujuk pada teori Lemaître dalam suatu siaran radio BBC pada bulan Maret 1949. Untuk sementara, dukungan para ilmuwan terbagi kepada dua teori ini. Pada akhirnya, bukti-bukti pengamatan memfavoritkan teori dentuman besar. Penemuan dan konfirmasi radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis pada tahun 1964 mengukuhkan dentuman besar sebagai teori yang terbaik dalam menjelaskan asal usul dan evolusi kosmos. Kebanyakan karya kosmologi zaman sekarang berkutat pada pemahaman bagaimana galaksi terbentuk dalam konteks dentuman besar, pemahaman mengenai keadaan alam semesta pada waktu-waktu terawalnya, dan merekonsiliasi pengamatan kosmis dengan teori dasar.
Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi dentuman besar telah dibuat sejak akhir tahun 1990-an, utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam teknologi teleskop dan analisa data yang berasal dari satelit-satelit seperti COBE, Teleskop luar angkasa Hubble dan WMAP.


Teori Big Bang dalam perspektif ilmu kimia
Para ahli fisika akhir abad ke-20 menyimpulkan bahwa alam semesta ini tercipta dari ketiadaan sebagai goncangan fakum yang membuatnya mengandung energi yang sangat tinggi dalam simulasi yang tekanannya menjadi negatif. Vakum ini menimbulkan dorongan eksposif keluar dan simularitas. Ketika alam mendingin karena ekspansinya, seluruh cosmo terdorong membesar dengan kerapatan yang luar biasa.
Ekspansi yang luar biasa ini menimbulkan kesan seolah-olah alam ini digelembungkan dengan tiupan dasyat sehingga dikenal dengan gejola inflasi. Selama proses inflasi ini ada kemungkinan tidak hanya satu alam saja yang muncul, tapi banyak alam dan masing-masing memiliki hukum masing-masing.
Teori bigbang atau Teori Dentuman Besar menyatakan bahwa semua zat awalnya suatu massa yang padat , yang menyerupai atom raksasa. Kemudian, massa itu meletus dan membentuk suatu bola api yang sangat besar. Dalam masa beberapa menit materi tersebut terpencar ke ruang angkasa yang maha luas. Dari pancaran materi itu terbentuk bintang-bintang, planet, dan galaksi-galaksi yang sekarang masih memiliki gerak dan terpacu dengan kecepatan yang luar biasa. Teori ini menjelaskan tentang pertama kalinya atom hydrogen dan helium dihasilkan kira-kira sekitar 15 juta tahun yang lalu. Dengan terbentuknya elemen-elemen tersebut menyebabkan tidak terdapat elektron bebas yang tersisa dan memancarkan foton cahaya sehingga jagat raya ini bersifat transparan terhadap radiasi yang saat ini kita amati sebagai landasan kosmis. Selanjutnya , unsur-unsur dengan nomor atom yang lebih kecil dari 26 (sebelum besi dalam sistem periodik) dibenruk oleh fusi inti dalam bintang-bintang muda , unsur-unsur yang lebih berat dihasilkan oleh reaksi inti yang rumit yang menyertai pembentukan dan peluruhab bintang. Dialam semesta, kelimpahan hydrogen dan helium sangat besar, hidrogen 77% massa , helium 21% massa dan siasanya 2% massa adalah unsur lain. Adapun urutan kelimpahannya yaitu
(_1^1)H> (_2^4)He> (_8^16)O> (_6^12)C> (_10^20)Ne> (_14^28)Si> (_13^27)Al> (_12^24)Mg>(_26^56)Fe


Pada awal peristiwa Big Bang, tidak ada atom. Item fisik hanya itu partikel kecil bahwa suatu hari nanti akan menggabungkan untuk membuat atom. Partikel-partikel kecil yang disebut partikel subatomik.

Menurut para ilmuwan, ketika Big Bang terjadi, terlalu panas untuk membentuk atom-atom. Karena setiap detik berlalu, suhu turun sangat cepat. Dalam waktu 3 menit dari Big Bang, partikel yang lebih berat dikombinasikan untuk membentuk apa yang disebut proton dan neutron. Ini kemudian akan menggabungkan dengan elektron untuk menghasilkan atom-atom yang paling sederhana, hidrogen dan helium. Karena ada banyak sekali partikel yang akan bergabung untuk menghasilkan atom sederhana, maka teori Big Bang meramalkan bahwa harus ada kelimpahan hidrogen dan helium Orang yang atom studi menemukan bahwa Big Bang akan menghasilkan sekitar 75% atom hidrogen dan atom helium 25%. ramalan ini berasal dari pemahaman yang baik tentang reaksi nuklir karena atom smashing dekade bersama di akselerator partikel.

Teori Big Bang bersama dengan pemahaman kita tentang kimia nuklir mengharapkan sejumlah besar unsur ringan seperti hidrogen dan helium. Teori dan observasi setuju.
Sebagai bintang luka bakar, perubahan kimia nuklir atom hidrogen untuk atom helium. Proses ini menghasilkan elemen yang lebih berat dan lebih berat seiring berjalannya waktu. Karena matahari seperti bintang, proses nuklir berakhir dengan helium dan bintang akhirnya meninggal. Untuk bintang yang sangat besar, proses kimia nuklir berakhir ketika menggabungkan unsur-unsur untuk membentuk besi. Karena proses terus dalam mengubah bahan menjadi besi, suatu peristiwa drastis terjadi. Tentang waktu itu, meledak bintang besar.. Ledakan itu disebut Supernova. Bintang-bintang besar yang menghasilkan sebuah supernova diklasifikasikan sebagai supernova tipe II.
Berdasarkan proses ini, logika memberitahu kita bahwa pada akhirnya, persentase lebih tinggi dari hidrogen akan berkurang. Logika mengatakan kepada kita bahwa alam semesta tidak ada selamanya.. Sekali lagi, ada bukti kuat bahwa alam semesta memiliki awal berdasarkan kimia nuklir di dalam bintang.
Mari kita lanjutkan. Namun, kali ini kita akan belajar bahwa alam semesta kita tampaknya telah ada hanya satu waktu dan bahwa itu sedang sekarat

Teori Big Bang dalam perspektif agama islam
Dalam salah satu teori mengenai terciptanya alam semesta (teori big bang), disebutkan bahwa alam semesta tercipta dari sebuah ledakan kosmis sekitar 10-20 miliar tahun yang lalu yang mengakibatkan adanya ekspansi (pengembangan) alam semesta. Sebelum terjadinya ledakan kosmis tersebut, seluruh ruang materi dan energi terkumpul dalam sebuah titik. Mungkin banyak di antara kita yang telah membaca tentang teori tersebut.

Sekarang, mungkin ada di antara kita yang ingin tahu bagaimana Al-Quran menjelaskan tentang terbentuknya alam semesta ini. Dalam Quran surat Al-Anbiya (surat ke-21) ayat 30 disebutkan:
"Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"
Lalu dalam Quran surat Fussilat (surat ke-41) ayat 11 Allah berfirman:
"Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Kata asap dalam ayat tersebut di atas menurut para ahli tafsir adalah merupakan kumpulan dari gas-gas dan partikel-partikel halus baik dalam bentuk padat maupun cair pada temperatur yang tinggi maupun rendah dalam suatu campuran yang lebih atau
kurang stabil.


Lalu dalam surat At-Talaq (surat ke-65) ayat 12 Allah berfirman:
"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmunya benar-benar meliputi segala sesuatu"
Para ahli menafsirkan bahwa kata tujuh menunjukkan sesuatu yang jamak (lebih dari satu), dimana secara tekstual hal ini mengindikasikan bahwa di alam semesta ini terdapat lebih dari satu bumi seperti bumi yang kita tempati sekarang ini.

Beberapa hal yang mungkin mengejutkan bagi para pembaca Al-Quran di abad ini adalah fakta tentang ayat-ayat dalam Al-Quran yang menyebutkan tentang tiga kelompok benda yang diciptakan(Nya) yang ada di alam semesta yaitu benda-benda yang berada di langit, benda-benda yang berada di bumi dan benda-benda yang berada di antara keduanya. Kita dapat menemukan tentang hal ini pada beberapa surat yaitu surat To-Ha (surat ke-20) ayat 6 yang artinya:
"Kepunyaan-Nya lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah"
Lalu dalam surat Al-Furqan (aurat ke-25) ayat 59 yang artinya:
"Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa..."
Juga dalam surat Al-Sajda (surat ke-32) ayat 4 yang artinya:
"Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa..."
Dan surat Qaf (surat ke-50) ayat 58 yang artinya:
"Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikit pun tidak ditimpa keletihan"
Dari surat-surat tersebut di atas terlihat bahwa secara umum proses terciptanya jagat raya ini berlangsung dalam 6 periode atau masa dimana tahapan dalam proses tersebut saling berkaitan. Disebutkan pula bahwa terciptanya jagat raya terjadi melalui proses pemisahan massa yang tadinya bersatu. Selain itu disebutkan pula tentang lebih dari satu langit dan bumi dan keberadaan ciptaan di antara langit dan bumi.

Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa sebelum para ahli mengemukakan tentang teori big bang (yang dimulai sejak tahun 1920-an), ayat-ayat Al-Quran telah secara jelas menceritakan bagaimana alam semesta ini terbentuk.

BAB III
PENUTUP


A.Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
Teori Big Bang dikembangkan berdasarkan pengamatan pada struktur alam semesta beserta pertimbangan teoritisnya Pada tahun 1912, Vesto Slipher berhasil mengukur geseran Doppler "nebula spiral" . Sepuluh tahun kemudian, Alexander Friedmann, seorang kosmologis dan matematikawan rusia, menurunkan persamaan Friedmann dari persamaan relativitas umum Albert Einstein. Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble akan jarak nebula spiral terdekat menunjukkan bahwa ia sebenarnya merupakan galaksi lain. Georges Lemaître kemudian secara independen menurunkan persamaan Friedmann pada tahun 1927 dan mengajukan bahwa resesi nebula yang disiratkan oleh persamaan tersebut diakibatkan oleh alam semesta yang mengembang. Pada tahun 1931 Lemaître lebih jauh lagi mengajukan bahwa pengembangan alam semesta seiring dengan berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam semesta mengerut seiring berbaliknya waktu sampai pada suatu titik di mana seluruh massa alam semesta berpusat pada satu titik, yaitu "atom purba" di mana waktu dan ruang bermula. Mulai dari tahun 1924, Hubble mengembangkan sederet indikator jarak yang merupakan cikal bakal tangga jarak kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inci (2.500 mm) di Observatorium Mount Wilson. Hal ini mengijinkannya memperkirakan jarak galaksi-galaksi yang geseran merahnya telah diukur. Pada tahun 1929, Hubble menemukan korealsi antara jarak dan kecepatan resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum Hubble.
Teori Big Bang dalam perspektif ilmu kimia yaitu tentang pertama kalinya atom hydrogen dan helium dihasilkan kira-kira sekitar 15 juta tahun yang lalu. Dengan terbentuknya elemen-elemen tersebut menyebabkan tidak terdapat elektron bebas yang tersisa dan memancarkan foton cahaya sehingga jagat raya ini bersifat transparan terhadap radiasi yang saat ini kita amati sebagai landasan kosmis.
Model Big Bang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah , alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat. Dalam Al-Qur’an dikatakan :“Kemudian Dia menuju pada penciptaan langit, dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia bertanya kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan sukahati atau terpaksa”, keduanya menjawab: “kami datang dengan sukahati”” (QS. [41]:11).
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan sehingga mohon
Kiranya agar memberikan masukan dan kritikan.
















DAFTAR PUSTAKA
Cosmology'. UCLA, Division of Astronomy and Astrophysics. Diakses pada 16 Agustus2010
Gibson, C.H. (21 January 2001). The First Turbulent Mixing and Combustion. IUTAM Turbulent Mixing and Combustion.
Hubble, E. (1929). "A Relation Between Distance and Radial Velocity Among Extra-Galactic Nebulae". Proceedings of the National Academy of Sciences 15 (3): 168–73. DOI:10.1073/pnas.15.3.168
Komatsu, E. (2009). "Five-Year Wilkinson Microwave Anisotropy Probe Observations: Cosmological Interpretation". Astrophysical Journal Supplement 180: 330. DOI:10.1088/0067-0049/180/2/330.
Wright, E.L. What is the evidence for the Big Bang?. 'Frequently Asked Questions in ^ Menegoni, Eloisa et al. (2009), "New constraints on variations of the fine structure constant from CMB anisotropies", Physical Review D 80 (8), doi:10.1103/PhysRevD.80.087302, http://arxiv.org/abs/0909.3584

kromatografi lapis tipis

MAKALAH

DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK
(KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS)

OLEH :
KELOMPOK II
YELLI RAHMAYANTI A1C4 09 005
ANGGA ANGGRIAWAN K A1C4 09 007
FERDIAN ADI DARMAN A1C4 09 011
ELSA ARDI PUTRI AIC4 09 013
RENI A1C4 09 015
ABD RAHMAN A1C4 09 017


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar kami dan pembaca dapat mengetahui secara rinci tentang materi kromatografi lapis tipis. Makalah ini memuat definisi kromatografi lapis tipis beserta keuntungannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan dapat mengetahui secara rinci akan materi yang telah kami susun. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih



Kendari, 26 Maret 2011
penulis

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR……………………………………………….. …..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...
A. Latar belakang ………………………………………………………...
B. Rumusan Masalah……………………………………………………..
C. Tujuan …………..……………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….
1. Definisi Kromatografi Lapis Tipis………………. …………………….

2. Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis………………………………
3. Cara Mengidentifikasi Kromatografi Lapis Tipis pada Substansi tidak Berwarna ……………………………………………………………………………
4. Cara kerja kromatografi lapis tipis…………………………………………….
5. Keuntungan Kromatografi Lapis Tipis………………………………………..
PENUTUP……………………………………………………….
A. Kesimpulan……………………………………………………………..
B. Saran……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA

















BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kromatografi digunakan sebagai untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya, misalnya senyawa Flavonoida dan isoflavonoida yang terdapat pada tahu, tempe, bubuk kedelai dan tauco serta Scoparia dulcis, Lindernia anagalis, dan Torenia violacea. Yang pada senyawa isoflavon memiliki banyak manfaat. Beberapa kelebihan senyawa isoflavon yang potensial bagi kesehatan manusia, di antaranya adalah sebagai antioksidan, antitumor / antikanker, antikolesterol, antivirus, antialergi, dan dapat mencegah osteoporosis. Dan semua kromatografi bekerja berdasarkan metode kromatografi.

Kromatografi juga merupakan pemisahan camuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis dengan benar. Tidak hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan lingkungan, tetapi juga kontrol dan optimasi reaksi kimia dan proses berdasarkan penentuan analitik dari kuantitas material. Teknologi yang penting untuk analisis dan pemisahan preparatif pada campuran bahan adalah prinsip dasar kromatografi.

Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan.

Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.

Dan dalam makalah ini kami akan membahas mengenai kromatografi lapis tipis. Penjelasan tentang kromatografi lapis tipis mempunyai banyak kesamaan dengan kromatografi kertas yang mungkin lebih dikenal.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana definisi dari kromatografi lapis tipis?
2. Bagaimana pelaksanaan atau penggunaan kromatografi lapis tipis?
3. Bagaimana cara mengetahui atau mengidentifikasi kromatografi lapis tipis pada substansi tidak berwarna?
4. Bagaimana cara kerja kromatografi lapis tipis?
5. Apa kegunaan dari kromatografi lapis tipis?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi dari kromatografi lapis tipis.
2. Mengetahui cara pelaksanaan atau penggunaan kromatografi lapis tipis.
3. Mengenal cara mengetahui atau mengidentifikasi kromatografi lapis tipis pada substansi tidak berwarna.
4. Mengetahui cara kerja kromatografi lapis tipis.
5. Mengetahui keuntungan dari kromatografi lapis tipis.








BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.

Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.

Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan,atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas).Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.

• Fasa diam
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina.
• Fasa gerak
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat 2 menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut
yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika).

2. Pelaksanaan kromatografi lapis tipis
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.Pelaksanaan ini biasanya dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa zat pewarna atau pemisahan dan isolasi pigment tanaman yang berwarna hijau dan kuning


a. Kromatogram

Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan dalam pemisahan pewarna yang merupakan sebuah campuran dari beberapa zat pewarna.
Contoh pelaksanaan kromatografi lapis tipis:


Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk.

Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada.

Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.

Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.


Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.


b. Perhitungan nilai Rf

Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.
Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan.

Pengukuran berlangsung sebagai berikut:

Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut: Rf=jarak yang ditempuh oleh komponen jarak yang ditempuh oleh pelarut
Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1.7 cm dari garis awal, sementara pelarut berjarak 5.0 cm, sehingga nilai Rf untuk komponen berwarna merah menjadi:


nilai Rf yang akan diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama. Sebagai contoh, nilai Rf untuk warna merah selalu adalah 0.34. Namun, jika terdapat perubahan (suhu, komposisi pelarut dan sebagainya), nilai tersebut akan berubah.

c. mengidentifikasi senyawa-senyawa

Dimisalkan campuran asam amino yang ingin diketahui senyawanya.Caranya :

Setetes campuran ditempatkan pada garis dasar lempengan lapis tipis dan bercak-bercak kecil yang serupa dari asam amino yang telah diketahui juga ditempatkan pada disamping tetesan yang akan diidentifikasi. Lempengan lalu ditempatkan pada posisi berdiri dalam pelarut yang sesuai dan dibiarkan seperti sebelumnya
.

3. Kromatografi lapis tipis pada substansi tidak berwarna
a. Menggunakan pendarflour

Fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika menyinarkannya dengan sinar UV, akan berpendar.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa menyinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap
.

Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, dan tandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pinsil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Seketika anda mematikan sinar UV, bercak-bercak tersebut tidak tampak kembali.
b. Menggunakan bercak secara kimia

Untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino.

Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu.



Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium.

Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.
4. Cara kerja kromatografi lapis tipis

a. Fase diam-jel silika

Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH.Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Gambar ini menunjukkan bagian kecil dari permukaan silika.

Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina.




b. Senyawa-senyawa pemisah dari Kromatogram


Ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut.

Bagaimana cepatnya senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan, tergantung pada:

• Kelarutan senyawa dalam pelarut. Tergantung pada besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.
• Senyawa melekat pada fase diam, misalnya jel silika. Tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan jel silika.
Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya hanya dapat mengambil bagian interaksi van der Waals yang lemah. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan.

Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya merupakan atraksi antara senyawa dengan jel silika. Atraksi antara senyawa dan pelarut juga merupakan hal yang penting-hal ini akan mempengaruhi bagaimana mudahnya senyawa ditarik pada larutan keluar dari permukaan silika.

Penyerapan pada kromatografi lapis tipisbersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali pada larutan dalam pelarut.
Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada jel silika-untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan.
Bagaimanapun, hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tidak terpisahkan dengan baik ketika anda membuat kromatogram. Dalam kasus itu, perubahan pelarut dapat membantu dengan baik termasuk memungkinkan perubahan pH pelarut.


5. Keuntungan dari kromatografi lapis tipis
Beberapa keuntungan dari kromatografi lapis tipis ini :
• Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
• Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
• Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.
• Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.




















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dismpulkan bahwa :
1. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran.
2. Pelaksanaan kromatografi lapis tipis bisa digunakan dengan kromatogram atau perhitungan Rf atau pengidentifikasian senyawa-senyawa. Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan dalam pemisahan pewarna yang merupakan sebuah campuran dari beberapa zat pewarna. Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Tidak diperlukan menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat membandingkan bercak-bercak pada campuran dengan bercak dari asam amino yang telah diketahui melalui posisi dan warnanya.
3. Jika kromatografi lapis tipis yang akan dideteksi pada substansi tidak berwarna dilakukan dengan cara pendaflour dan bercak secara kimia. fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika menyinarkannya dengan sinar UV, akan berpendar. Untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna.

4. Keuntungan dari kromatografi lapis tipis adalah Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

B. Saran
Saran saya sebagai penulis adalah agar sekiranya memberikan masukan dan kritikan terhadap pembuatan makalah ini agar bisa lebih baik dari sebelumnya.






DAFTAR PUSTAKA

Anonim,. Kromatografi Lapis Tipis. http://www.chem-istry.org/?sect=belajar
Anonim.KromatografiLapisTipis.2009.http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html . diakses 26 Maret 2011

Gandjar. Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.

teori VSPER dan bentuk-bentuk molekul

MAKALAH
KIMIA ORGANIK I
(BENTUK-BENTUK MOLEKUL)


OLEH :
NAMA : YELLI RAHMAYANTI
STAMBUK : A1C4 09005
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN : PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS : FKIP








FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR……………………………………………….. …..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...
A. Latar belakang Masalah………………………………………………...
B. Rumusan Masalah…………………………………………………
C. Tujuan……………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….
A. Teori VSEPR dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul…………………………….
B Bentuk-bentuk molekul …………………………..
C. Langkah-langkah dalm meramalkan bentuk-bentuk molekul………………………….

BAB III PENUTUP……………………………………………………….
A.Kesimpulan……………………………………………………………..
B. Saran……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA









KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar kami dan pembaca dapat mengetahui secara rinci tentang materi keterbagian khususnya pada sifat-sifat keterbagian.yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang bentuk-bentuk molekul.Dalam makalah ini juga diberikan beberapa cara peramalan bentuk-bentuk molekul .



Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan dapat mengetahui secara rinci akan materi yang telah kami susun. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih
Kendari, Oktober 2010
penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bentuk molekul adalah susunan tiga dimensi dari atom-atom dalam suatu molekul. Bentuk molekul mempengaruhi sifat-sifat fisis dan kimianya, seperti titik leleh, titik didih, kerapatan, dan jenis reaksi yang dialaminya. Secara umum panjang ikatan dan sudut ikatan harus ditentukan lewat percobaan. Tetapi terdapat cara sederhana yang memungkinkan kita untuk meramalkan bentuk molekul atau ion dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi jika kita mengetahui jumlah elektron di sekitar atom pusat dalam struktur lewis-nya. Dasar pendekatan ini adalah asumsi bahwa pasangan di kulit valensi suatu atom saling bertolakan satu sama lain. Kulit valensi (valence shell) adalah kulit terluar yang ditempati elektron dalam suatu atom yang biasanya terlibat dalam suatu ikatan. Dalam ikatan kovalen, yang sering disebut pasangan ikatan berperan dalam mengikat dua atom. Tetapi dalam molekul poliatomik , dimana terdapat dua atau lebih ikatan antara atom pusat dan atom disekitarnya, tolak-menolak antara elektron-elektron dalam pasangan ikatan yang berbeda menyebabkan pasangan itu berada sejauh mungkin satu sama lain. Bentuk yang dipilih suatu molekul meminimalkan tolakan (seperti terlihat dari posisi seluruh atom). Pendekatan untuk kajian bentuk molekul ini disebut model tolakan pasangan – elektron kulit – valensi (TPEKV) (Valence – shell electron – pair repulsion, VSEPR), karena pendekatan ini menjelaskan susunan geometrik dari pasangan elektron disekitar atom pusat sebagai akibat tolak-menolak antara pasangan elektron.
Dengan model ini, kita dapat meramalkan bentuk molekul (dan ion) secara sistematis. Untuk tujuan ini, molekul-molekul dibagi ke dalam dua golongan, berdasarkan pada apakah atom pusatnya mengandung pasangan elektron bebas atau tidak.



B. Rumusan Masalah
a. Teori VSEPR dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul
b. Langkah-langkah menentukan bentuk-bentuk molekul
c. Bentuk-bentuk molekul


C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalahini adalah:
a. Agar mengetahui teori VSEPR dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul
b. Agar mengetahui bentuk-bentuk molekul
c. Agar mengetahui langkah-langkah dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul




















BAB II
PEMBAHASAN


A. Teori VSPER dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul

Teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion: tolakan pasangan elektron kelopak valensi) adalah suatu model kimia yang digunakan untuk menjelaskan bentuk-bentuk molekul kimiawi berdasarkan gaya tolakan elektrostatik antar pasangan elektron. Teori ini juga dinamakan teori Gillespie-Nyholm, dinamai atas dua orang pengembang teori ini. Akronim "VSEPR" diucapkan sebagai "vesper" untuk kemudahan pengucapan.
Premis utama teori VSEPR adalah bahwa pasangan elektron valensi disekitar atom akan saling tolak menolak, sehingga susunan pasangan elektron tersebut akan mengadopsi susunan yang meminimalisasi gaya tolak menolak. Minimalisasi gaya tolakan antar pasangan elektron ini akan menentukan geometri molekul. Jumlah pasangan elektron di sekitar atom disebut sebagai bilangan sterik.
Teori VSEPR biasanya akan dibandingkan dengan teori ikatan valensi yang mengalamatkan bentuk molekul melalui orbital yang secara energetika dapat melakukan ikatan. Teori ikatan valensi berkutat pada pembentukan ikatan sigma dan pi. Teori orbital molekul adalah model lainnya yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana atom dan elektron tersusun menjadi molekul dan ion poliatomik.

Kita bisa meramalkan struktur molekul dengan memakai teori VSEPR (valence shell elektron pair repulsion). Dalam bahasa indonesia menjadi ”teori tolakan pasangan elektron valensi”, misalnya meramalkan bentuk molekul
BeCl2 (Berilium Klorida).
Molekul ini memiliki dua pasangan elektron terikat yaitu 2 pasang elektron yang digunakan untuk berikatan dengan Cl. Struktur lewis BeCl2 dapat digambarkan sebagai berikut :

°° °°
° Cl° °Be° °Cl°°
°° °°

Denganmenggunakan teori VSEPR , maka dua pasang elektron terikat dari molekul BeCl2 akan mengatur posisi sedemikian rupa sehingga gaya tolakannya adalah minimum, misalkan saja kita peroleh 2 bentuk pengaturan sebagai berikut:

180° 270°

Cl – Be – Cl Be – Cl

180° Cl 90°

1 2
2
Pada struktur 1 gaya tolakan pasangan elektron adalah sangat minimal dibandingkan dengan struktur 2, karena jarak Cl – Be – Cl adalah 180°, sedangkan struktur 2 jarak Cl – Be – Cl adalah 270° dan 90°, jadi Cl – Be – Cl dengan jarak 90° akan memilki gaya tolakan yang besar dibanding yang berjarak 270°. Jadi struktur 1 adalah struktur yang mungkin untuk BeCl¬2 berdasarkan teori VSEPR sebab gaya tolakan Cl – Be – Cl adalah yang paling kecil dan sama rata besarnya. Jadi molekul dengan atom pusat yang memiliki hanya 2 pasang elektron terikat akan membentuk geometri seperti gambar 1 yang biasadisebut bentuk linear.

B. Bentuk-bentuk molekul

Tabel tipe molekul
Jumlah Pasangan Elektron Ikatan (X) Jumlah Pasangan Elektron Bebas (E) Rumus (AXnEm) Bentuk Molekul Contoh
2 0 AX2 Linear CO2
3 0 AX3 Trigonal planar BCl3
2 1 AX2E Bengkok SO2
4 0 AX4 Tetrahedron CH4
3 1 AX3E Piramida trigonal NH3
2 2 AX2E2 Planar bentuk V H2O
5 0 AX5 Bipiramida trigonal PCl5
4 1 AX4E Bipiramida trigonal SF4
3 2 AX3E2 Planar bentuk T IF3
2 3 AX2E3 Linear XeF2
6 0 AX6 Oktahedron SF6
5 1 AX5E Piramida sisiempat IF5
4 2 AX4E2 Sisiempat datar XeF4

Dengan menggunakan teori VSEPR maka kita dapat meramalkan bentuk geometri suatu molekul.

C. Langkah-langkah dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul

Pada dasarnya dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul tidak harus dimulai dengan menggambarkan struktur lewis dari molekul yang bersangkutan. Dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul dapat juga dilakukan dengan cara di bawah ini:

Jumlah semua pasangan elektron = jumlah elektron valensi ± muatan ion
2

Jumlah pasangan ikatan = jumlah atom – 1

Jumlah pasangan pusat = jumlah semua pasangan elektron – ( 3 x jumlah atom ujung kecuali H)

Jumlah pasangan mandiri = jumlah pasangan pusat – jumlah pasangan ikatan
***
+ berlaku jika ionnya mengandung anion
- Berlaku jika ionnya mengandung kation
Contoh:

Ramalkan bentuk molekul Icl4-
Jawab:

Jumlah semua pasangan elektron = (7 x 1) + ( 7 x 4) + 1
2
= 7 + 28 + 1
2
=18

Jumlah pasangan ikatan = 5 – 4
= 1

Jumlah pasangan pusat = 18 – ( 3 x 4 )
= 6

Jumlah pasangan elektron mandiri = 6 – 4
= 2
Jadi bentuk molekul dari Icl4- adalah AX4E2 yang merupakan bentuk dari sisi empat datar atau bujur sangkar datar.
Dimana X = Jumlah pasangan ikatan
E = jumlah pasangan elektron mandiri.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah :
a. Teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion: tolakan pasangan elektron kelopak valensi) adalah suatu model kimia yang digunakan untuk menjelaskan bentuk-bentuk molekul kimiawi berdasarkan gaya tolakan elektrostatik antar pasangan elektron.[1] Teori ini juga dinamakan teori Gillespie-Nyholm, dinamai atas dua orang pengembang teori ini. Akronim "VSEPR" diucapkan sebagai "vesper" untuk kemudahan pengucapan.
b. Bentuk- bentuk molekul yaitu
Jumlah Pasangan Elektron Ikatan (X) Jumlah Pasangan Elektron Bebas (E) Rumus (AXnEm) Bentuk Molekul Contoh
2 0 AX2 Linear CO2
3 0 AX3 Trigonal planar BCl3
2 1 AX2E Bengkok SO2
4 0 AX4 Tetrahedron CH4
3 1 AX3E Piramida trigonal NH3
2 2 AX2E2 Planar bentuk V H2O
5 0 AX5 Bipiramida trigonal PCl5
4 1 AX4E Bipiramida trigonal SF4
3 2 AX3E2 Planar bentuk T IF3
2 3 AX2E3 Linear XeF2
6 0 AX6 Oktahedron SF6
5 1 AX5E Piramida sisiempat IF5
4 2 AX4E2 Sisiempat datar XeF4
c. Langkah-langkah dalam meramalkan bentuk-bentuk molekul:


Jumlah semua pasangan elektron = jumlah elektron valensi ± muatan ion
2

Jumlah pasangan ikatan = jumlah atom – 1

Jumlah pasangan pusat = jumlah semua pasangan elektron – ( 3 x jumlah atom ujung kecuali H)

Jumlah pasangan mandiri = jumlah pasangan pusat – jumlah pasangan ikatan
***
+ berlaku jika ionnya mengandung anion
- Berlaku jika ionnya mengandung kation

b. Saran

Saran saya yaitu agar sekiranya memberikan masukkan dan kritikan dalam pembuatan makalah ini agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.